Arunika
arunika
Karya: Kirana Fayruz
Kelas: XI IPA 1
Tentang langit, senja, dan
fajar. Mana yang lebih kau suka? Perpaduan langit dan senja yang membuat nyaman
diri, atau perpaduan langit dan fajar yang menghangatkan hati? Aku tak tau
bagaimana pilihanmu. Tapi sebagian orang diluar sana sibuk menamai diri mereka,
“si penikmat senja”. Kalau aku ikut menamai diri, aku akan menamaiku “si
penikmat fajar”.
....
Hari ini Senin. Pagi hariku
sama seperti anak lainnya. Bangun untuk beribadah, membersihkan diri, mengisi
perut, lalu bersiap memulai hari. Yang membedakan hanya waktu. Aku harus
melakukannya lebih pagi daripada yang lain. Letak tempat tinggalku yang agak
jauh dari kota dan juga peraturan sekolahku, membuatku memerlukan lebih banyak
waktu.
Secangkir teh manis dan
setangkup roti coklat tersedia di meja makanku. Menunggu waktunya tiba untuk
meluncur masuk ke perut. Ibu mengikat rambutku perlahan. Dan senyuman lembutnya
melengkapi sarapan di pagi hariku
Gadis bertubuh mungil itu
kakaku. Dengan wajah menahan kantuk, ia dan ibu mengantarku dan ayah ke depan
gerbang seraya mengecup dahiku. Ayah setiap hari mengantarku. Mendengarkan
ceramah dari radio yang diputar setiap pagi, berdiskusi tentang ego manusia,
atau bahkan hanya sekedar menikmati terbitnya matahari di jalanan.
Langkah kaki membawaku masuk ke
sekolah ini. Menyapa penjaga sekolah, dan tak lupa mengucapkan selamat pagi.
Melewati kelas kelas sepi atau hanya melewati jalan bebatuan licin. Hingga
langkah kaki, membawaku ke kelas yang ku tempati. Dan Senin pagiku, disambut hangatnya
senyumanmu.
Kamu sempurna. Setidaknya
mungkin sempurna untukku. Tubuh tinggi semampaimu sangat cocok dipadukan dengan
lesung pipi di wajahmu. Kacamata bingkai hitam itu tak mampu halangi hangatnya
tatapanmu. Tatapan yang selalu berhasil penuhi relung hatiku. Bahkan suara rendahmu
selalu mampu tenangkan diriku.
Sama seperti kamu, hidupku
sempurna. Kupikir itu semua karenamu. Di pagi hari kamu selalu menyambutku
dengan senyuman itu. Lalu kau lanjutkan dengan candaan menggelitik di waktu
makan siangku. Bahkan saat tiba waktunya aku kembali kerumah, kamu menawarkan
diri mengantarku pulang. Walaupun kamu tau, sejauh apa rumahku kala itu.
Katamu, aku cantik. Itu yang setiap malam ku dengar dari telepon genggam di
telingaku. Diikuti oleh ucapan selamat malam pengantar tidurku. Rutinitas hari
demi hari yang membuatku merasakan bahagia.
Hidupku sempurna. Setidaknya
selama beberapa hitungan bulan sebelum aku menyadari bahwa aku dan kamu
bukanlah satu. Aku tak tau apakah sikapmu yang mulai mengganggu atau malah aku
yang sejak awal dibutakan olehmu? Kamu menyebalkan, kamu mengatur, kamu
membatasi, dan bahkan kamu memarahi. Hingga tiba saatnya kamu melewati batas
itu. Dengan emosimu yang saat itu tak bisa lagi di bendung, kamu memaki
keluargaku. Berteriak memaki mereka di depan mukaku dengan perkataan yang tak
pantas terucap dari mulutmu. Kamu merutuk seolah menyalahkanku terlahir dari
keluarga itu. Aku tak mengerti mengapa kamu begitu membenci. Atau memang baru
kusadari kamu selalu begini? Aku tak bisa bertahan. Hidupku, bukan cuma tentangmu.
Dan kamu, tak punya hak untuk memaki keluargaku.
Tulisan ini tidak aku buat
untuk menceritakanmu. Aku membuatnya hanya agar orang lain mengerti bahwa kamu
tidaklah baik. Dan apakah kamu tau apa itu arunika? Ia adalah fajar yang
menyambut hari. Aku menyukai itu, arunika. Tapi ada saat dimana arunika
sangatlah indah untuk dinikmati. Aku tidak akan menunggumu bertanya kapan
arunika terbaik itu tiba. Aku akan dengan sukarela memberimu jawaban.
Menurutku arunika terindah
datang di hari Minggu. Disaat kebanyakan orang masih terlelap dalam tidurnya, sementara
aku dan keluarga kecilku sedang melangkahkan kaki dalam perjalanan ke rumah
Tuhanku. Melaksanakan perintah-Nya bersama orang tersayang adalah hal yang luar
biasa indahnya. Lalu setelahnya kita kembali ke rumah sambil menikmati arunika
terindah itu. Arunika di Minggu pagi bersama keluargaku. Arunika yang
senantiasa membuatku bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhanku. Arunika yang
membuatku mengerti, apa itu rasanya sempurna. Dan arunika yang membuatku
tersadar, bahagiaku bukan kamu.
Komentar
Posting Komentar